GAMELAN
1. Latar Belakang
Sejarah
telah mencatat bahwa gamelan merupakan salah satu warisan dari produk budaya
Hindu di masa lalu. Gamelan adalah orkes besar yang terdapat di Jawa dan Bali,
terutama dari alat-alat pukul yang terbuat dari perunggu (Pringgodigdo dkk,
1973 : 427). Gamelan dari salah satu puncak puncak kebudayaan daerah yang
memang menonjol pernah di usulkan oleh Ki Hajar Dewantara dan tokoh lainnya
sebagai salah satu bentuk kebudayaan nasional. Ki Hajar Dewantara dan beberapa
tokoh lainnya memandang bahwa gamelan adalah kesenian yang sebanding dengan art
music eni musik klasik Eropa” (Sumarsam, 2003: 14).
Gamelan
Jawa maupun gamelan Bali merupakan karya monumental dari nenek moyang Bangsa
Indonesia yang memiliki nilai sastra dengan bangunan-bangunan candi. Gamelan
dapat tumbuh danberkembang di masa lalu karena pada masa kerajaan Hindu, Raja
memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan
nilai-nilai seni dan Budaya. Catatan sejarah membuktikan bahwa ketika kerajaan
Hindu menjadi pusat kekuasaan di tanah Jawa, Raja mendorong perkembangan
sosial, politik, agama, kesusastraan, dan seni. Gamelan adalah salah satu
sarana salah satu seni atau kesenian yang di kembangkan oleh kerajaan Hindu di
masa lalu. Sejarah seni musik gamelan Jawa dapat di telusuri dari periode awal
kerajaan Hindu di Jawa Tengah abad ke-8 sampai dengan abad ke-10 (Sumarsam,
2003:17). Salah satu ciri yang menonjol dari kehidupan musikal pada periode
Hindu di Jawa (kira-kira dari abad ke-11 hingga abad ke-14) adalah pentingnya
musik gamelan dan seni pertunjukan. Juga termasuk di dalamnya menulis dan
membaca puisi kekawin sebagai bagian dari pendidikan warga istana dan
keluarga bangsawan. Hamper semua anggota istana dari berbagai jenjang , harus
belajar memainkan musik gamelan, menyanyi, menari atau berpuisi (Sumarsam,
2003:18).
Gamelan
sebagai produk kebudayaan Hindu ratusan tahun silam tidak punah ketika pengaruh
kekuasaan kerajaan Hindu di Jawa pudar. Sampai sekarang gamelan masih tetap
eksis, bahkan masyarakat jawa yang beragama islam atau beragama lainnya saat
ini masih melestarikan seni gamelan. Hal ini membuktikan bahwa seni gamelan
mendapat tempat di hati masyarakat Jawa dan Bali khususnya serta masyarakat
Indonesia pada umumnya. Kenyataan ini juga membuktikan bahwa seni gamelan
memiliki nilai yang universal.
Sebagaimana
diuraikan di atas bahwa gamelan Jawa dan Bali yang ada sekarang ini merupakan
warisan produk kebudayaan Hindu di masa lalu. Kedua gamelan tersebuk dalam
beberapa hal memiliki banyak persamaan dan sedikit perbedaan. Perbedaanya hanya
terletak pada anggapan masyarakat Jawa dan Bali tentang sifat, fungsi, dan
kebudayaan gamelan tersebut. Gamelan pada saat ini dalam masyarakat Jawa hanya
di anggap sebagai sarana seni, sedangkan dalam masyarakat Bali (Hindu) gamelan
memiliki sifat, fungsi, dan kedudukan ganda, gamelan di Bali selain sebagai
sarana seni pertunjukan tetapi yang paling penting adalah “bahwa gamelan juga
sebagai sarana untuk mengiringi berbagai macam ritual”. Bali, karena selalu
eksis dalam berbagai konteks sosial budaya masyarakat Bali. Dengan penampilan
dan penyajiannya yang kharismatik dalam setiap event, baik dalam konteks budaya
spiritual maupun entertaimen, sangat menarik untuk mendapat dukungan dan
perhatian dari masyarakat.
Gamelan Bali diklasifikasikan
menjadi tiga golongan menurut umurnya: yaitu saat munculnya atau terciptanya
jenis-jenis gamelan tersebut dan mulai berkembang di masyarakat.
Pengklasifikasian tiga golongan gamelan tersebut ialah: gamelan golongan tua,
gamelan golongan madya dan gamelan golongan baru. Dalam setiap klasifikasi
jenis gamelan memiliki perbedaan bentuk, ciri khas, jenis bahan gamelan, jenis
instrumen pelengkapnya serta dibedakan dari sifat-sifat dan karakteristik
instrumen.2 Jenis-jenis gamelan tersebut masih sangat eksis dan berkembang
pesat dalam tatanan kehidupan masyarakat, yang berhubungan erat dalam kehidupan
sosial, ekonomi maupun spriritual masyarakat Bali. Gamelan beragam jenis
tersebut dijadikan sarana untuk menunjang kegiatan sosial maupun spiritual
dalam masyarakat, sekaligus sebagai tumpuan perekonomian, yaitu gamelan
dijadikan sumber penghidupan bagi seniman, maupun pengrajin gamelan selaku
pembuat dan penjual gamelan. Hasil produksi dari pengrajin gamelan sangat
berarti dalam upaya pengembangan dan pelestarian budaya, serta memberikan ruang
terhadap para seniman karawitan dalam berkarya. Melihat begitu pentingnya
keberadaan seniman pengrajin, maka dari itu penelitian ini dilakukan didasari
atas keinginan dan ketertarikan penulis terhadap suatu proses pembuatan gamelan
Bali yang dilakukan di Dusun/Desa Tihingan Kabupaten Klungkung. Konon pekerjaan
ini merupakan suatu pekerjaan yang diwarisi secara turun-temurun bermula dari
keterampilan
2. Fungsi Gamelan
Gamelan merupakan suatu cara
individu berhubungan di dalam kelompok yang hanya dimainkan pada kesempatan
tertentu seperti upacara agama, upacara pertunjukan wayang, dan untuk keluarga
raja. Gamelan juga dimainkan di halaman, kuil, dan upacara agama desa/kampong.
Di samping untuk fungsional sosial, gamelan juga menjadi mata pencaharian utama
untuk pengrajin khusus yang membuat gamelan. Gamelan meiliki fungsi ritual,
hiburan dan juga presentasi estetis.
Saat ini, walaupun gamelan masih
digunakan untuk upacara agama, juga dipentaskan pada konser musik. Gamelan juga
digunakan untuk music modrn maupun tradisional, drama, mengenal teater dan
pedalangan yang disimpan pada tempatnya seperti halaman, kuil, museum, dan
sekolah.
Di Indonesia, hamelan sangat
dihargai dan dianggap keramat, gamelan dipercayai memiliki kekuatan gaib. Oleh
karena itu, masyarakat Indonesia menawarkan dupa dan kembang ke gamelan. Selain
itu, para musisi melepaskan sepatunya pada saat memainkan gamelan. Menurut
kepercayaan, setiap alat music dalam gamelan dipandu roh-roh. Juga dipercaya
bahwa seseorang dilarang melangkahi gamelan karena akan membuat marah roh
tersebut.
Fungsi gamelan dalam masyarakat
Hindu di Bali (teristimewa umat Hindu di Bali dan umat Hindu asal Bali)
dimanapun mereka berada, dalam melaksanakan kegiatan ritual tidak pernah
terlepas dengan penggunaan bunyi gamelan. Ritual dalam agama hindu merupakan
bentuk implementasi dari filsapat dan etika. Pelaksanaan dalam berbagai rituall
hindu selalu diiringi bunyi gamelan. Pada prosesi ritual tertentu yang dianggap
sederhana, pelaksanaanya cukup menggunakan satu gamelan saja. Tetapi dalam
upacara agama besar seperti piodalan, yaitu perayaan ulang tahun berdirinya
pura, perayaan hari besar agama maka berbagai macam gamelan, seperti: bleganjur,
angklung,gong gede, gong gambang, gong kebyar, dan lainnya digunakan
bergantian. Singkatnya, tidak ada acara ritual Hindu tanpa menggunakan gamelan.
Pada daerah transmigran yang ekonominya belum mapan, bunyi gamelan tersebut
diganti menggunakan kaset gong sebagai pengiringnya. Bahkan di Sulawesi Tengah
membuat gamelan yang terbuat dari bekas pipa galvanis dari buangan PDAM. Ada
juga menggunakan music gamelan tingklik dan grantang, alat music
yang terbuat dari kayu dan bamboo. Hal ini terjadi karena masyarakat tersebut
belum dapat membeli seperangkat alat gamelan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh
umat Hindu agar di wilayah pura atau desanya memiliki seperangkat gamelan.
Demikian besarnya kecintaan umat Hindu terhadap gamelan. Ada banyak laporan
hasil penelitian tentang gamelan dan buku-buku tentang gamelan dan buku-nuku
musik. Hasil penelitian tentang gamelan dapat diperoleh pada Pusat Dokumentasi
Pemerintah Daerah Bali. Terdapat dua hasil penelitian terhadap gamelan yang
dilakukan oleh Wallis (1979) dan hasil penelitain Lontar Prakempa oleh
Bandem (1986), serta buku yang terkait langsung dengan penelitian ini yakni Psikologis
Yoga (Sarkar, 1992), Memori Bajra Sandhi (Granoka, 1997), Efek
Mozart ( Cambell, 2002), Dimensi Musik dan Bunyi (Khan,
2002), Psikologis Musik (Djohan, 2003). Selain itu masih banyak lagi
buku yang membantu untuk memahami hakikat dari bunyi dan gamelan.
3. Filosofi Hindu
Filsafat
dalam pandangan hidup orang Hindu, termasuk umat Hindu di palu seharusnya
merupakan sesuatu yang sangat esensial. Karena dalam Kerangka dasar Agama
hindu, hal filsafat ditempatkan pada urutan pertama. Jika hal ini konsekuen
diterapkan dalam kehidupan orang Hindu, maka orang Hindun tidak akan pernah
kebingungan mencari pjawaban atas pertanyaan tentang sesuatu ritual yang
dilaksanakan. Sebuah ritual seyogyanya dilaksanakan secara komperhendif
berdasarkan filsafat dan etika. Kitab suci Manawa Dharmacastra III.97
mengatakan bahwa persembahan yang dilakukan tanpa diketahui maknanya adalah
sia-sia (Pudja & Sudharta, 1973 : 161). Namun demuikian sebagaimana juga
terjadi dalam berbagai macam disiplin keilmuan, akan selalu terdapat
penyimpangan antara konsep, teori dengan praktek. Demikian juga dalam
praktek-praktek ritus yang dilaksanakan oleh umat Hindu, ada juga yang tidak
diketahui maknanya dan ketika ditanyakan tentang maknanya malah menjadi masalah
yang besar. Misalnya, ada orang yang bertanya, mengapa umat Hindu dalam dalam
melaksanakan ritualnya selalu menggunakan bunyi gamelan?. Dapat diperkirakan
jawabannya hanya diseputar panca nada, yaitu bahwa dalam persembahyangan
umat Hindu menggunakan sarana lima macam bunyi, yaitu:
- Kulkul (Kentongan)
- Kidung (Nyanyian
Suci)
- Gamelan
- Genta (Lonceng
Pendeta), dan
- Mantra atau doa
Filsafat
dalam artian luas berarti mencintai kebenaran, jadi sesungguhnya filsafat
mengarah pada pengetahuan tentang kebenaran. Dalam literature India
diistilahkan dengan darsan atau ‘visi kebenaran’. Setiap aliran filsafat
Hindu dengan berbagai jalannya memandang bahwa dalam filsafat itu harus
memungkinkan terjadinya realisasi langsung dengan kebenaran atau tattwadarsana
(Maswinara,, 1999;2). Tradisi penggolongan yang palin mungkin dipakai oleh
para pemekir India ortodoks tentang filsafat Hindu dibagi menjadi dua kelompok
besar yaitu astika (ortodoks) dan nastika (heterodoks). Kelompok
pertama terdiri dari enam sitem filsafat utama yanbg secara populer dikenal
dengan Sad-darsana, yaitu : Mimamsa, Vedanta, Sankhya, Yoga, Nyaya, dan
vaisesika. Filsafat dan teologi dalam agama Hindu sulit dipisahkan, sebab
keduanya memiliki kaitan yang sangat erat. Teologi Hindu justru dijelaskan
dengan system filsafat yang disebut darsana. Kata darsana ini
memiliki arti yang lebih luas dari filsafat sebagaimana pengertian filsafat di
Barat. Sebab darsana adalah filsafat yang berkaitan dengan realisasi diri ke
dalam Tuhan. Filosofi atau filsafat adalah ilmu yang mempelajari tentang segala
sesuatu secara mendalam mengenai Ketuhanan, alam semesta, dan manusia (Bakri
dalam Sudarto, 1997 : 7). Teologi adalah teori atau study tentang Tuhan. Dalam
praktek istilah ini digunakan untuk memberikan nama kepada kumpulan
doktrin dari kelompok keagamaan tertentu
atau juga pemikir individual (Maulana, 2003 : 500). Dalam bahasa sanskerta
teologi sama dengan Brahmavidya, Brahma artinya Tuhan dan Vidya artinya
pengetahuan atau ilmu. Jadi Brahmavidya adalah ilmu atau pengetahuan tentang
Tuhan. Teologi sesungguhnya berasal dari bahasa Yunani , yaitu dari kata Theos
berarti Tuhan dan Logos berarti ilmu. Jadi teologi adalah ilmu tentang tuhan
(Pudja, 1999 : 3)
4. Makna Gamelan
a)
Makna Religius
Pertunjukan gamelan
Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur sebagai salah satu karya seni, sebagai
ungkapan yang dapat dilihat dari penyajian karawitan (tabuh), tidak sekedar
sebagai ungkapan estetik tetapi juga mempunyai makna religius. Dalam konteks
religius, semua unsur masyarakat terlibat sesuai dengan tugas dan fungsinya
masing-masing yang dilandasi dengan perasaan tulus yang disebut dengan ngayah.
Barungan gamelan Gong Gede dalam mengiringi upacara keagamaan (ritual) memiliki
makna religius. Penabuh gamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur sebelum
melaksanakan tugasnya selalu diperciki Tirta untuk mendapatkan keselamatan.
b)
Makna Pelestarian
Budaya
Derasnya aliran
informasi dalam era globalisasi terutama di bidang seni (khususnya seni
karawitan) membawa dampak positif dan negatif, hal ini mengakibatkan banyak
hilangnya keaslian watak dan kemandirian budaya yang dimiliki. Kesadaran untuk
melestarikan warisan budaya yang luhur (Gong Gede) memberi makna hidup dan rasa
kemuliaan. Untuk menghadapi tantangan harus ada kemauan yang murni sesuai
dengan pandangan hidup masyarakat Batur.
c)
Makna Keseimbangan
Dalam pelaksanaan
upacara tertentu Kehadiran gamelan Gong Gede sudah menjadi kebutuhan.
Keterikatan gamelan Gong Gede dengan ritual keagamaan melahirkan
perilaku-perilaku sosial yang mengarah kepada pembentukan nilai-nilai budaya
yang dapat dijadikan pedoman bagi warga masyarakatnya. Barungan gamelan Gong
Gede dipandang sangat penting karena dapat memenuhi kebutuhan warga masyarakat
secara moral dan spiritual sehingga terwujud rasa kesehimbangan. Keseimbangan
yang mencakup persamaan dan perbedaan dapat terefleksi dalam beberapa dimensi.
Refleksi keseimbangan yang banyak ditemukan dalam kesenian Bali adalah refleksi
estetis yang dapat menghasilkan bentuk-bentuk simetris yang sekaligus asimetris
atau jalinan yang harmonis sekaligus disharmonis yang lazim disebut dengan rwa
bhineda. Dalam konsep rwa bhineda terkandung pula sernangat kebersamaan, adanya
saling keterkaitan, dan kompetisi mewujudkan intraksi dan persaingan. Konsep
rwa bhineda oleh seniman Pengrawit dituangkan dalam gamelan Bali (Gong Gede).
Hal ini dapat diamati pada sistem pelarasan ngumbang-isep dan instrumen yang
berpasangan (lanang wadon).
Daftar Pustakan
Dokumentasi tabuh-tabuh Bali klasik, Denpasar, 2002, Dinas
Kebudayaan. Propinsi
Bali.
Donder, I Ketut. 2005 “Esensi Bunyi Gamelan dalam Propesi Ritual
Hindu”. Paramita. Jakarta.
Pandji, Drs. I.G.B.N. 1979. “Ensiklopedia musik dan tari daerah Bali”,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
M Oktia, Titik. 2008. “Ensiklopedia Alat Musik Tradisional”. SIC.
Surabaya.
http:// www.wikipedia.org/wiki.gamelan+Bali.
Diakses pada tanggal 25 mei 2012.
Diakses pada tanggal
25 mei 2012
0 komentar:
Posting Komentar